Sebagai seorang yang cerdas, jujur, berani, dan telah menemukan kebenaran Tauhid, Ibrohim a.s., tidak dapat berdiam diri dengan tradisi dan kelakuan perangai masyarakatnya seperti itu. Tugas para Nabi yang utama, adalah menegakkan kalimah tauhid, dan menjauhi thaghut.
Firman Allah “Dan sungguh telah kami utus Rasul kepada tiap-tiap kaum, (untuk menyeru umatnya), agar mereka menyembah Allah dan menjauhi thaghut.” (QS al-Nahl:36).
Oleh karena itu, semua utusan Allah mendapatkan tugas untuk menegakkan kalimah tauhid, bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan ditaati. Tidak ada Tuhan selain Allah. Karena itu, kisah-kisah para Nabi Allah senantiasa merupakan kisah pemberantasan kemuysrikan. Syirik adalah dosa besar, dan merupakan kezaliman yang besar. Lukman menitipkan pesan kepada anaknya:
“Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya syirik (itu) (mempersekutukan Allah) adalah kezaliman yang besar.” (QS. Lukman: 13)
Kezaliman bukan hanya kezaliman terhadap manusia. Tetapi, ada jenis kezaliman yang sangat besar, yaitu kezaliman terhadap Allah, dengan menyekutukan Allah dengan yang lain. Nabi Musa a.s. begitu murka dikhianati kaumnya yang menyembah patung sapi. Karana menyekutukan Allah dengan menyembah patung sapi itulah, maka orang-orang itu dihukum dengan cara membunuh diri mereka sendiri.
Nabi Musa a.s. diturunkan Allah untuk melawan Fir’aun yang sudah menjadikan dirinya sebagai Tuhan. Itulah tindakan syirik yang mebawa kehancuran kepada Fir’aun.
Setiap Nabi dibebani misi untuk mengingatkan manusia, agar jangan menyembah dan beribadah kepada selain Allah. Jangan menyembah batu, jangan menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan, jangan menjadikan harta, jabatan, dan manusia lain, sebagai tuhan, yang lebih dicintai, dihormati, diagungkan, dan ditaati, selain dari Allah SWT.
Dengan membawa misi seperti itu, maka dengan tegas, lembut, dan tulus, Nabi Ibrohim menasihati ayah dan kaumnya, agar mereka meninggalkan sesembahan batunya, meninggalkan tuhannya yang lama, dan beralih menyembah Tuhan yang sejati, Allah SWT.
Dikisahkan dalam Al-Quran: ”Dan ingatlah ketika Ibrohim berkata kepada ayahnya, Azar, pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala ini sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaum engkau dalam kesesatan yang nyata.” (Al-An’am: 74).
Cubalah kita refleksikan ungkapan Nabi Ibrohim itu dalam kondisi masyarakat saat ini, dimana berbagai tindakan syirik sedang merajalela dalam berbagai bentuknya. Suatu tradisi yang dianggap sudah biasa dan dianggap sebagai kebenaran oleh masyarakatnya. Ibrohim tidak gentar dengan risiko yang dihadapinya. Ia sangat serius dalam menggugat tradisi penyembahan berhala.
Nabi Ibrohim juga berdoa kepada Allah, agar anak keturunannya dijauhkan dari menyembah berhala. (QS Ibrahim: 35-36)
Al-Quran lebih menekankan Ibrohim sebagai tokoh pembela dan penegak Tauhid, yang menekankan aspek “keimanan” dan “kesohehan” kepada Allah sebagai jalan menuju keselamatan, tanpa pandang bulu, apakah ia bangsa Yahudi atau Arab.
Bahkan, bagi orang-orang yang sudah mengaku beragama Islam pun tidak dijamin keselamatannya jika tidak benar-benar beriman kepada Allah
Dalam Al-Quran disebutkan, ada orang-orang yang mengaku-aku beriman tetapi sejatinya mereka tidak beriman. (QS 2:8).
Al-Quran menegaskan, bahwa: “Ibrohim bukanlah Yahudi atau Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang hanif dan Muslim, dan dia bukanlah orang musyrik.” (Ali ‘Imran: 67).
Al-Quran begitu jelas menempatkan Ibrohim sebagai pembela Tauhid dan penentang keras kemusyrikan. Kata Nabi Ibrahim, seperti disebutkan dalam Al-Quran: “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar (hanif), dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (Al-An’am:79).
Membaca kisah Nabi Ibrohim a.s. dalam menegakkan kalimah Tauhid itu, kita tentu memahami, bahwa Nabiyulllah Ibrohim sangat yakin dengan kebenaran Tauhid yang diyakininya. Tauhid memang mensyaratkan keyakinan, dan menolak keraguan Dalam Tauhid yang ada adalah haq dan bathil, salah dan benar. Yang benar harus ditegakkan dan yang salah harus diruntuhkan, sebagimana dicontohkan oleh Nabiyullah Ibrahim a.s.
Umat Islam adalah umat yang menerima dan meyakini semua Nabi yang diutus oleh Allah SWT. Kita tidak membeza-bezakan antara satu dengan yang lain. Kita menerima dan mengimani kenabian Ibrohim, Musa, Isa, dan Muhammad saw. Kaum Yahudi menolak kenabian Isa dan Muhammad. Kaum Nasrani menolak untuk mengimani kenabian Muhammad saw.
Umat Islam adalah umat yang paling konsisten dalam mengikuti sunnah Ibrohim a.s. dan paling banyak menyebut namanya serta mendoakannya. Bukan hanya mereka yang sedang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, tetapi setiap hari dalam shalat lima waktu, kita senantiasa membaca shalawat (doa) untuk Nabiyullah Ibrahim a.s. bersama dengan shalawat untuk Nabi Muhammad saw.
Adakah umat lain yang begitu besar kecintaannya kepada Nabi Ibrohim selain umat Islam, yang setiap hari berulang kali menyebut namanya dalam ibadah wajibnya?
Tidak berbeza dengan tugas Nabi-nabi sebelumnya, Nabi Muhammad saw diperintahkan Allah SWT untuk menjelaskan tentang konsep Tauhid dalam Islam dan mengajak kaum Yahudi dan Kristian untuk bersama-sama menganut Tauhid dan meninggalkan tindak kemusyrikan yang sangat dimurkai oleh Allah SWT. Rasululullah saw diperintahkan oleh Allah SWT:
“Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah kepada satu kalimah (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dengan kalian, bahwa kita tidak menyembah kecuali Allah dan kita tidak menyekutukan Dia dengan sesuatu pun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang Muslim.”
Yang jelas, keberanian Nabi Ibrohim a.s. dalam meruntuhkan berhala-berhala kaumnya tidak mungkin muncul dari sebuah keimanan yang rapuh tetapi muncul dari pemikiran dan keyakinan yang mutlak, bahwa menyembah berhala adalah tindakan syirik dan salah sampai bila-bilapun
Wallahu a’lam bis-shawab
No comments:
Post a Comment